Selasa, 12 Desember 2023

KUPING Karya Indah Aryati Prawiro

Tumpukan kado mulai dibuka satu persatu. Barang-barang elektronik, handuk, kain batik,sarung, sajadah sampai baju koko. Hadiah untuk Pak Kades yang merayakan hajatan  warsa ke 45 tahun. Kebanyakan  hadiah berasal dari kerabat dan teman dekat.   Masih ada beberapa bungkusan belum terbuka, ada satu yang dibungkus rapi dilapisi plastik bening. Seperti barang pecah belah yang harus hati-hati membawanya. Istri pak Kades yang masih semangat membuka hadiah untuk suaminya itu mulai mengakhiri membuka kado terakhir. Dilepasnya satu persatu isolasi yang menempel di plastik bening itu. Kemudian baru kertas pembungkus yang rapi itu mulai dibuka. Sebuah kotak dari karton hitam telah nampak. Seperti kotak  tempat sepatu pria. Ya.. Ukuran dan jenisnya juga sama dengan kotak sepatu laki-laki. Tapi polos tidak ada merek atau tulisan di kotak itu. Bu Lurah pelan-peln membuka kotak itu. “Haah apa ini? Aneh sekali” teriak Bu Kades ambil lari dari kerumunan orang-orang yang sedang menyaksikan.

“Apa.. apa isinya?

“Apa isinya?”

“Sepertinya benda aneh itu”

“Ah .. masa ada yang berani aneh-aneh sama Pak Kades”

“Coba bacakan siapa pengirimnya”

“Coba buka dulu keluarkan isinya”

“ Nah begitu, buka plastiknya, angkat barangnya” teriak Pak Kades tegas

“ Ini barangnya. Kuping... ya bentuknya seperti  kuping..”

“ Haa.. kuping?”

“ Iya kuping karet, mirip kuping beneran”

“Aneh-aneh  saja. Untuk apa ini?”

“Sudahlah simpan lagi barang itu pada tempatnya” kata pak Kades pada para asistennya.

Kemudian pak Kades  meninggalkan ruang berkumpul itu menuju ruang kerjanya. Dia nampak membuka-buka buku-buku dan map-map di atas mejanya.

Berita kado telinga yang diterima Pak Kades menjadi sensasi publik. Seluruh lapisan masyarakat Desa Makmur asyik membicarakannya. Semua tertarik untuk mengetahui  apa arti kado tersebut.  Maka di setiap berkumpulnya orang-orang kampung, di situ terjadi diskusi tentang kado Pak Kades.

“Kang mau ke sawah ya?  Tanami apa sekarang?”, Lik Mardi menyapa Kang Maman yang memanggul cangkul.

“ Ini baru mencoba tanam cabe, siapa tahu bisa mendatangkan rejeki, harga cabe sekarang ini kan sedang naik daun.”

“ Lha tegalanku kutanami singkong. Kata mas Mahasiswa yang KKN di Desa ini singkong mempunyai harapan bagus karena bisa digunakan untuk obat penyakit dalam. Bahkan mengandung Vitamin B 17 yang bisa melawan kanker.”

“Hebat kamu, sudah seperti anak sekolahan saja, hehe”

“ Lha jaman sekarang Kang.. dunia terbuka lebar untuk informasi. Meskipun kita orang kecil tapi bisa mengikuti perkembangan jaman.. bener kan kang “

“Iyaa... benaar..”

“Omong-omong sudah mendengar kabar terbaru dari Pak Kades belum?”

“Kabar apa? Mau maju lagi di Pilkades besok?”

‘Ya.. tapi ini bukan masalah mau maju lagi atau bukan, ini masalah bingkisan ulang tahun Pak Kades”

“ Namanya juga seorang Kepala Desa .. pasti banyak yang memberi bingkisan. Itu   sudah lumrah sudah biasa”

“ Ini lain Kang, kadonya beda dari biasanya..ini  lain”

 “ Apa coba? Mobil, perhiasan atau rumah mewah  haa?”

“ Bukaaaan... kadonya itu... kadonya kupiiing Kaang ..Kupiiing..”

“Kuping? Maksudmu apa?

“Maksudku   benda berbentuk kuping”

“Oooh..” Kang Maman manggut-manggut sambil mengernyitkan dahi.

“Mengapa Kang? Apa yang kau pikirkan?”

“Ah tidak.. aku tidak berpikir neko-neko, semoga saja tidak terjadi apa-apa..”

“Memang bisa terjadi apa kalau ada bingkisan kuping?”

“ Sudahlah.. nanti kita salah  omong.. Lebih baik kita tekuni pekerjaan kita yang tertunda karena kita ngobrol di jalan,”  Kang Maman segera berlalu, memanggul cangkulnya. Lik Mardi yang masih termangu menatap punggungnya sampai  hilang di balik bukit.

Di sebuah warung tempat berbelanja warga Desa Makmur. Warung Mbak Nanik memang termasuk warung sederhana namun lengkap menyediakan keperluan sehari-hari. Mulai dari sembako sampai obat-obatan pertolongan pertama ada di warung Mbak Nanik. Tidak mengherankan jika setiap saat ada saja pengunjung yang membeli keperluan di sana. Di warung itu juga tempat mangkalnya pemuda-pemuda Desa. Mereka sekadar nongkrong, ngobrol atau membeli jajanan ringan dan minuman dingin. Ibu-ibu di Desa Makmur sering berkumpul di warung mbak Nanik.     Sekadar ngobrol atau merecanakan program kegiatan Ibu –ibu PKK Desa yang selama ini sudah berjalan rutin setiap bulan. Pagi itu terlihat Bu Ana dan Bu Tanti sedang berbelanja di warung mbak Nanik.

“ Mbak Nanik, kok mahal banget bawang merahnya” kata Bu Ana

“ Memang satu ons berapa Mbak?”

“Lima ribu Mbakyu.. Sekarang masih mahal. Sekilo empat puluh lima ribu”

“Tidak boleh kurang ya mbak?”

 “ Bagaimana bisa mengurangi harga. Kalau dari pasar sudah segitu, belum lagi ongkos ojeknya “ Mbak Nanik menjelaskan.

“ Ya.. Jaman sekarang uang lima puluh ribu belum  dapat apa-apa.”

“Rasanya semakin sulit saja hidup ini. Mencari uang lima puluh ribu harus kerja seharian jadi tukang bangunan. Tapi kalau dibelanjakan belum mencukupi kebutuhan.”

“Yaa.. harus banyak bersyukur saja mbakyu..”

Percakapan mereka terhenti ketika datang seorang perempuan yang medekatinya. Perempuan setengah baya, berpenampilan trendi seperti gadis tujuh belasan. Ia tergopoh-gopoh sambil mengabarkan sesuatu.

“Mbakyu.. mbakyuuu .. sudah dengar kabar ini belum? Aduuh.. pada ketinggalan kalian gak update.. Status terbaru hari ini apa coba?” tanya wanita bergaya kota ini.

“ Apa maksudmu update status itu Jeng? Jangan aneh-aneh ya..”

“Maksudku, ada kabar penting, yang membuat seluruuuh Desa ini menjadi heboh..benar-benar cerita yang cetar membahana, sesuatu”

“ Sudahlah Jeng.. singkat saja.. ada apa?”

“Iya ini.. saya juga harus pulang dulu dari pada mendengar berita yang tidak jelas”

“ Eeh .. tunggu dulu Mbakyu.. kalian ingat semalam Pak Kades Ulang Tahun kan?”

“Terus?”

“Terus ada yang ngasih kado buat Pak Kades.. Tahu tidak kadonya apa? Bu Kades saja sampai kaget dan hampir pinsan”

“ Memangnya apa kadonya?”

“Pasti barang yang sangat mahal.. ya kaan..”

“Namanya juga Pak Kades.. wajarlah dapat hadiah”

“ No.. No.. Bukan begitu Mbakyu-mbakyu.. Kado kali ini justru terkesan melecehkan keluarga Pak Kades. Itu menurutku lho..”

“ Melecehkan bagaimana? Memangnya ada yang berani sama Pak Kades yang gagah perkasa itu?”

“ Iya.. yaa .. Sekali kena kemarahan Pak Kades baru tahu rasa orang itu. Sama penguasa kok sok berani.”

“Tapi tunggu dulu.. Apa bentuk kadonya dan siapa pegirimnya?”

“ Ayo Jeng, jangan membuat teka-teki tidak berarti..”

“ Lha saya belum jawab malah kalian sudah berpidato panjang lebar, Pak Kades mendapat kado sebuah kuping tiruan. Terbuat dari karet. Kupingnya besar, sebesar sepatu ukuran 40. Ayo  kira-kira apa maknanya?”

“ Waah kalau itu saya tidak tahu. Masa sih kuping.. Seperti mau menakut-nakuti saja..”

“ Ataukah begini yaa.. Mungkin ada orang yang ngidam ingin menjewer telinga Pak Kades hihii..”

“Hai bisa juga itu.. menjewer tapi dalam bentuk yang lain.”

“ Ini benar-benar jadi misteri di desa kita. Baru sekarang sepanjang sejarah berdirinya Desa kita. Ada kuping besar yang dibuat hadiah.. Politik..  Ini pasti unsur politik.“

“Halaaah Mbakyu-mbakyu ini bisa saja. Dari mana tahu  ini unsur politik?”

“ Dari berita di TV.. Sering ada berita macan ini”

Setelah itu maka satu kampung pun mengerti. Desas desus kuping dan kuping menggema di  lorong-lorong Desa, di sawah , di warung, di setiap sudut,  diseluruh Desa. Kuping, kuping dan kuping.      

Malam yang dingin, hujan seharian mengguyur Desa Makmur. Sisa-sisa tetes air hujan masih membekas di dedaunan. Angin malam sesekali semilir membelai wajah-wajah yang tampak serius di Balai pertemuan RW. Ya.. mereka para pemuka Desa,  Pak RT, RW, Kadus dan tokoh-tokoh yang sudah berjasa bagi kesuksesan Desa termasuk Tim suksesnya Kepala Desa. Para pengemuka Desa tampak serius bermusyawarah, ada ketegangan di wajah mereka.

 “Bagaimana menurutmu Pak Kadus? Apakah kejadian ini kita anggap sepele seakan-akan lelucon saja?”

“ Oh tidak..Tidak bisa disepelekan. Ini kejadian yang tidak disangka-sangka yang mungkin mengandung unsur politik” Pak Kadus menduga-duga.

“Ya bisa jadi ada warga yang kecewa dengan kepemimpinan Kepala Desa. Sebab saya sendiri berpikir begitu” kata Pak RT

“Jadi apa yang kau pikirkan?”

“ Coba sekarang kita renungkan. Selama Pak Kades menjabat banyak janji-janji yang belum ditepati”

“Iya.. saya ingat itu.. Desa Butuh sampai sekarang belum ada penerangan Listrik..”

“Bukan itu saja.. Jalan menuju Desa itu juga rusak parah.. Kasihan warganya..”

“Desa itu menjadi terisolir dari Desa lain.. Karena sulit masuk ke sana..”

“Pak ingat apa tidak kalau Desa itulah yang dulu mendukung seratus persen suara untuk Pak Kades”

“Iyaaa... iyaa... bahkan kesuksesan Pak Kades karena dukungan mereka. Karena suara bulat mereka”

“Pak Kades juga punya janji lho.. pembangunan Dusun Butuh menjadi prioritas utama.. masih ingatkah saudara-saudara?” Pak Kadus bersemangat.

“Masih ingat.. yaa...ingaat”

“Ingaat.. kampanye Pak Kades waktu itu disambut warga Dusun Butuh dengan arak-arakan warga seperti karnaval, pak Kades begitu diidolakan mereka  ”

“Yaa.. yaa.. benar..”

“Berarti apakah kado itu?”

“Apakah ini ada hubungannya dengan  ingkar janjinya Pak Kades?”

 ”Bisa jadi seperti itu..”

“Kita harus mencari tahu”

“Meskipun belum sempurna benar. Tapi titik terang permasalah sudah kita temukan.. Ternyata kita memang harus banyak mendengar suara warga..”

“ Kado Kuping itu berarti sebuah sindiran bagi Pak Kades ya?”

“Bukan hanya Pak Kades tapi juga aparat Desa seperti kita ini..”

“Harusnya kita selalu mengingatkan Pak Kades”

“Saya setuju. Kita harus tanggap pada situasi ini sebelum berkembang menjadi gerakan yang lebih besar”

“ Apalagi.. rencana Pak Kades mau maju lagi..”

“ Waah iyaa.. bisa jadi hambatan ini..”

“Siapa yang berani melakukan semua ini?”

“Bagaimana kalau kita cari?”

“Terus mau diapakan dia?”

“ Ya kita beri peringatan saja..”

Pak Ahmad Soleh, seorang pemuka Desa yang disegani warga angkat bicara setelah sedari tadi diam mendengarkan pendapat sahabat-sahabatnya.

“ Saudara-saudaraku,  bolehkah saya memberikan pendapat?”

“Silakan Pak Ahmad.. Justru kami menanti  bagaimana pendapat Bapak mengenai masalah  ini.”

“ Sebenarnya kita semua justru harus berterima kasih kepada pengirim bingkisan itu. Mengapa begitu? Karena dengan adanya kuping kiriman itu kita bisa introspeksi diri. Bagaimana dan apa yang sudah kita lakukan selama ini.” Pak Ahmad   berhenti sejenak, dia menatap sekeliling kemudian melanjutkan bicaranya.

 “Bingkisan Kuping itu penuh dengan makna. Kuping atau telinga adalah anugerah Allah yang harus kita syukuri. Dengan telinga kita bisa mendengar suara-suara. Sebagai pemimpin kita harus mau mendengarkan keluhan warga kita.”

Semua yang hadir seperti dihipnotis. Semua hidmat. Sunyi bersama angin yang semilir.

“Bukankah warga Dusun Butuh   sudah berkali-kali mengajukan usul untuk kemajuan kampungnya.”

“Dan kita tidak pernah mendengarkan suara mereka. Mungkin ini cara yang dianggap paling baik bagi mereka, dari pada harus ramai-ramai berdemonstrasi  untuk menyalurkan ketidakpuasannya”

“Lantas apa yang harus kita lakukan Pak?”

“Bersama Kepala Desa dan seluruh aparat kita adakan Rapat. Ini penting dan tidak bisa ditunda-tunda.”

Akhirnya mereka sepakat untuk mengadakan Rapat segera. Sebelum Kuping-kuping  yang lain bermunculan.

 

****

 

 

  

      

 

         

 

   


 

BIODATA PENULIS

Nama lengkap Dra. Indah Aryati, MM.Pd. Sering menggunakan nama Indah Aryati Prawiro di dalam penulisan karya-karya yang lain. Lahir di Magelang, 21 April 1967. Tinggal di Dusun Loning, Senden, Mungkid, Magelang. Bertugas di SMP N 4 Yogyakarta sejak Oktober 2014. Sebelumnya bertugas di Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Riau. Sering menulis artikel dan Puisi di media massa. Buku Antologi Puisi tunggal terbarunya yang terbit tahun 2014 berjudul “Berguru Angin Rantau.” Buku Antologi Cerpen bersama teman-teman guru Bahasa Indonesia Kota Yogyakarta berjudul “ Meraih Mimpi”, Buku Antologi Puisi bersama teman penyair dari berbagai kota berjudul “Menyandi Sepi”. Saat ini ingin menimba ilmu yang lebih banyak bidang Bahasa dan Sastra di kota Pelajar Yogyakarta.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar