Rabu, 13 Desember 2023

CERPEN KARYA SISWA SMPN 4 YOGYAKARTA

                                                               PENUNGGU LOKAL

Karya: Diandra 7E

  Seorang perempuan muda bersweater hitam sedang berjalan pulang sambil menggendong tas birunya. Biasa, kerja kelompok dan mengobrol sebentar. Eh! Bablas sampai jam 11 malam. Jadi ia langsung cepat-cepat pulang. Apa yang akan dikatakan tetangga bila anak gadis pulang larut begini? Perempuan itu hanya berjalan cepat di pinggir jalan sempit. Karena handphonenya mati, dia tak dapat memesan ojek online.

 Fuuh… angin bertiup dari belakang. Fuuuh… kali ini agak sedikit kencang. Fuuuhh… oke, seolah ada yang sengaja meniup-niup rambutnya dari belakang. Dan bukannya kedingian, perempuan itu cenderung merasa takut. Ia mulai memperhatikan sekitar was-was.

 “masih terasa, tapi mengapa daun pohon di sekitar tidak tertiup angin?” Batinnya sambil bergidik ngeri. Dia memberhentikan langkahnya. Terdengar suara nafas di belakang. Ia merasakan seseorang menarik-narik tasnya. Sekarang perempuan itu merinding hebat, keringat dingin mengalir deras di keningnya. Perempuan itu membalikkan badan, tidak ada siapa-siapa. “Mbaknya tinggi banget sih,” lirih sesosok makhluk yang hanya setinggi dada perempuan itu, menatapnya kosong.

 “waaargh!” bukan, itu bukan teriakan si perempuan, itu suara makhluk tadi yang kelihatannya sedang mengaum. Perempuan berambut pendek model wolf cut itu hanya terdiam. “IHH GEMES! MAU YA TANTE BUNGKUS PAKAI TAS?” “TOLONG, SAYA MAU DICULIK!” Akhirnya makhluk dan perempuan itu malah kejar-kejaran. Untung saja makhluk itu bisa menghilang. Jadi ia dapat lolos dari cewek seram tadi.

 Makhluk itu sekarang ada di hutan. Kama, si sosok arwah anak kecil berkulit pucat itu hanya menghela nafas, meratapi nasibnya diberikan tampilan seperti ini. Tubuhnya terbilang pendek dan terbalut baju lusuh yang kebesaran, pipinya chubby kayak bakpao, matanya juga tidak seram, malah terkesan memelas. Intinya orang kalau lihat dia bukannya lari, malah rasanya pingin karungin dia terus bawa pulang ke rumah. Ya jangan dong, Kama ga suka dikurung di rumah, sumpek! Sukanya di sawah atau hutan seperti ini.

 “wiih, ada si gemay. Lolos lagi? Energimu memang kuat, tapi tampangmu terlalu lugu, ga pantas dianggap Genie. Mending kamu gabung sana sama para Expiravit! Oh atau sekalian sama Spiritus-spiritus cemen itu, diusir dari wilayahnya kok mau-mau aja, ups.” Ejek Putri, hantu kuntilanak yang tiba-tiba menghampiri Kama.

 Sebelumnya, mari kupas tuntas dulu jenis-jenis hantu. Di cerita ini, ruh dibagi menjadi empat tingkat bedasarkan energinya: Spiritus, Expiravit, Genie, dan Diabolus. Dari tingkat keempat dijuluki Spiritus atau arwah, ruh dengan energi paling lemah diantara keempat tingkat. Sehingga hanya sesama makhluk tak kasat mata atau orang-orang tertentu yang bisa melihatnya, sedangkan yang lain cuma dapat merasakan energinya walau sangat lemah. Tingkat ketiga ada Expiravit atau hantu biasa. Expiravit dan tingkat-tingkat lain di atasnya bisa menampakan wujudnya kepada makhluk hidup. Ruh bisa menjadi sesosok Expiravit jika mereka mati penasaran, contohnya hantu pocong yang tali pocongnya belum dilepas. Di tingkat kedua ada Genie atau jin, hantu yang meninggal dengan dendam. Seperti korban pembunuhan atau semacamnya. Tingkat Genie lah yang sering diajak ‘bekerjasama’ oleh orang-orang tertentu. Entah untuk pesugihan, pelet, dll. Dan di tingkat pertama adalah Diabolus, alias iblis. Ruh dengan energi terkuat dari seluruh tingkatan. Tingkatan ini biasanya diangkat menjadi pemimpin di wilayahnya.

 Dua puluh tahun yang lalu, hantu bocah itu meninggal tertabrak truk karena tersenggol kakaknya yang berlari-larian di pinggir jalan sempit hingga dia terhuyung. Dan benar saja, sebuah bemper truk menyapa wajah polosnya lalu menghantam kepala Kama dengan keras. Sampai anak berumur sebelas tahun itu kehilangan nyawanya, kehabisan darah karena pertolongan yang terlambat. Tapi Kama tidak marah soal itu. Ia masih menyimpan dendam karena saat masih sekarat, anak itu mendengar samar-samar bahwa kakak laki-lakinya menyalahkan adik perempuannya yang terlalu petakilan yang membuatnya harus mengejar si bungsu dan tak sengaja menyenggol Kama. Padahal sudah jelas-jelas itu kesalahanya menyalip Kama dengan kasar hingga adik laki-lakinya itu hilang keseimbangan. Saat itu rasanya dia ingin bangun lalu membela adik perempuannya yang saat itu berumur enam tahun itu, tapi takdir berkata lain. Sejak itulah, Kama masih belum tenang dan menjadi ruh tingkat Genie. Dan sering menjahili orang-orang yang lewat di jalan sempit  itu.

 Hantu anak kecil itu memang sering diejek. Karena di dunia hantu, yang parasnya seram akan dianggap keren karena dapat menakuti manusia dengan mudah. Sedangkan Kama? Perempuan tadi saja justru ingin membawanya pulang karena gemas. Dikira souvenier kali ya? “sudahlah, Put. Ga usah ladeni si bocil! Bikin cewek takut aja nggak bisa. Mending kita cari mangsa bareng.” Ucap Mbah Gentala, genderuwo alias salah satu ruh tingkat Diabolus yang daritadi di samping Putri. Sekarang memang marak terjadi kasus diskriminasi terhadap ruh lemah maupun yang kelihatan lemah. Para Genie dan Diabolus menjadi sombong karena termasuk ruh terkuat, dan mulai menindas yang lain. Mereka meninggalkan Kama sendirian, kelaparan karena tidak ada satupun mangsa manusia yang berhasil ia tangkap. Jadilah hantu kecil itu lebih sering memakan hewan ternak di kampung dekat hutan.

 Kama mengendap-endap menuju kandang ayam, alias makanan favoritnya. Sebenarnya Kama bisa saja melayang menembus kandang, tapi katanya biar ada tantanganya. Yaa, suka-suka dia lah ya, kasian dah mati juga. Ia membuka pagar kandang pelaaan sekali, dan masuk untuk membawa salah satu ayam agar bisa dimakan di hutan. Pelan… pelan.. hap! Kama berhasil meraih satu ekor ayam gemuk dan sehat. Tanpa pikir panjang, dia langsung berlari membawa kabur ayam tangkapannya.

 Namun, di depan kandang, Kama melihat segerombolan manusia membawa keris, air suci, dan segala macamnya. Mereka sedang berburu hantu. Dia juga melihat teman-teman hantunya terbang menjauhi kelompok itu. Menyadari ia juga hantu, Kama memilih bersembunyi di kebun warga, masih dengan seekor ayam di dekapannya. Ternyata Putri, Mbah Gentala, dan para penunggu lokal juga sedang bersembunyi di kebun ini. “Eh itu ada bocah. Takut-takutin yuk?” Ajak Nala, kuyang asli situ. “Heh, itu setan juga!” balas Ruri, kuntilanak juga sama seperti Putri. Perkataan Ruri agak lantang, hingga Kama dapat mendengarnya. Putri yang tahu bahwa Kama mendengar ucapan Ruri memukul pelan bahu Ruri, “Jangan keras-keras,nanti dia dengar!” bisiknya. Tapi bisikan itu walau pelan bisa didengar cukup jelas. Ceritanya mau kompor-komporin.

 “WOI, DEMITE NENG KENE! (WOI, HANTUNYA DI SINI!)” Teriak salah satu warga menunjuk Nala, Putri, Ruri, dan Mbah Gentala. Mungkin Kama tidak terlihat oleh warga itu karena badan kecilnya bersembunyi di balik pohon pisang. Yang ditunjuk pun pada panik. Kama yang melihat teman-temannya terancam, tiba-tiba punya ide brillian. Dia keluar dari persembunyiannya, masih dengan membopong ayam curian tadi, lalu memasang wajah innocent untuk mengalihkan perhatian warga. Sehingga yang lain bisa kabur.

 “loh, kok enek bocah? (loh, kok ada bocah?)” Para warga terlihat heran. Dimana setannya? Cuma ada bocil kumal bawa ayam kok. Warga tadi sampai bersumpah bahwa dia benar-benar melihat kuyang, dua kuntilanak, dan genderuwo tadi, tapi warga lain tidak percaya dan mulai bertengkar. Selama para warga berdebat, Kama diam-diam kabur menuju hutan, dimana yang lain telah menunggu kedatangannya.

 Baru kali ini Kama merasakan disambut, dielu-elukan, bahkan ada yang mau membantunya mencarikan mangsa manusia lezat kapan-kapan oleh hantu tingkat atas. Biasanya ia dikucilkan, dihina, tidak jarang juga dilukai tanpa alasan. Ketika Kama mengeluarkan ayam untuk dipotong, beberapa hantu melihat dengan tatapan yang sama dengan tatapan Kama dulu ketika dia melihat temannya mendapat mangsa subur. Sedangkan Kama hanya mendapatkan tikus got. Kama memotong-motong ayam menjadi beberapa bagian menggunakan tangan. Dan membagi-bagikannya ke para hantu yang tak dapat mangsa itu. Sepertinya ketika mencari mangsa, mereka ketahuan sama warga.

 Sekarang, Kama sudah mulai diterima oleh hantu di wilayah itu. Para Spiritus dan Expiravit mulai berani membaur dengan ruh kelas atas. Kama berhasil membuktikan, bahwa walau ia tidak sebongsor genderuwo, tidak seseram pocong, suaranya tidak bisa membuat bulu kuduk berdiri seperti Mbak Kunti, tapi dia tetap dihargai karena berbuat baik kepada yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar